21 Sep 2010

Jejak Sukses Tenaga Penjual

Tenaga penjual kini tak lagi dipandang sebelah mata. Profesi yang dulu dipandang remeh itu ternyata justru mampu memberikan penghasilan yang sangat besar, bagi tenaga penjualnya sendiri maupun bagi perusahaan. Siapa dan bagaimana mereka bisa sukses di jalur ini?
Empat tahun lalu, Pambudi nekat keluar dari perusahaan tempatnya bekerja untuk kemudian meniti karir sebagai staf penjualan pada sebuah perusahaan asuransi asing di Jakarta. Bapak dua anak itu berkisah, ketika hendak mengambil keputusan tersebut ia mendapat tentangan keras, tidak hanya dari isterinya, namun juga dari teman dan kerabat dekatnya.
Jika menilik pekerjaannya ketika itu, tentangan dari isteri maupun kerabat Pambudi tampaknya memang masuk akal. Sebagai seorang manajer pemasaran pada sebuah perusahaan yang relatif mapan, ia bisa dibilang memperoleh penghasilan yang lebih dari cukup. Apalagi Santi, isterinya, juga bekerja sebagai staf akunting di perusahaan publik. Tapi mengapa Pambudi nekat mengambil keputusan tersebut?

“Kalau untuk biaya hidup sehari-hari saja, mungkin penghasilan saya cukup". Tapi, taraf hidup saya akan begini terus karena perkembangan perusahaan tidak memungkinkan memberi gaji lebih dari yang saya terima ketika itu,” tukasnya. Ia berdalih, justru karena isterinya juga bekerja itulah ia semakin mantap menekuni profesi baru sebagai tenaga penjual. Hasilnya, akunya, dia bisa mengantongi komisi rata-rata mencapai Rp 20 juta setiap bulan, atau dua kali lipat lebih dari gaji yang dia terima di perusahaan tempatnya bekerja dulu. Bahkan Santi, yang dulu sempat menentang keputusan suaminya, kata Pambudi, mulai ikut-ikutan menjadi tenaga penjual paruh waktu di sebuah agen properti.

Pambudi adalah sedikit contoh dari puluhan ribu orang yang meniti karir sebagai tenaga penjual dan memetik sukses. Meski jumlah yang gagal juga tidak kurang banyaknya. Orang-orang sukses di jalur ini umumnya memang mempunyai motivasi yang sangat tinggi untuk meraih komisi sebanyak-banyaknya. Sistem yang diterapkan kepada mereka memang mengharuskan para tenaga sales ini untuk benar-benar fight di lapangan. Sebab, mereka tidak memperoleh gaji tetap. Yang mereka peroleh adalah komisi dalam jumlah yang tak terbatas, tergantung kemampuan mereka dalam menjual produk atau jasa yang ditawarkan.

Padahal, profesi ini dulu sempat dipandang remeh oleh sebagian masyarakat. Masih ada stereotip bahwa tenaga penjual kurang bergengsi dibanding pekerja kantoran. Mereka pun tak mempunyai bayangan suatu saat kelak, ia atau anak-anaknya bakal bekerja dengan menyusuri jalan, mendatangi satu rumah ke rumah lainnya untuk menawarkan suatu produk atau jasa. Bahkan menurut mereka, menjadi tenaga penjual tak pantas dilakukan oleh seorang Sarjana.

Kedua, penghargaan perusahaan terhadap tenaga-tenaga marketing maupun sales, juga masih minim ketimbang seroang ahli teknik atau keuangan, misalnya.

Tapi sekarang, zaman telah berubah. Semakin banyaknya produk dan inovasi baru di dunia pemasaran, kini peluang untuk meniti karir sebagai tenaga profesional di bidang pemasaran dan penjualan semakin terbuka lebar. Peluang ini, di Indonesia semakin lebih karena seiring dengan semangat efisiensi banyak perusahaan yang lebih suka memilih mempekerjakan tenaga penjual lepas ketimbang bergaji.

Namun, dari sini pulalah orang-orang kaya yang berbasis pada keahliannya bernegosiasi, memasarkan dan menjual produk dan jasa. Mereka memang tidak mempunyai meja dan ruangan khusus di kantor. Tapi penghasilan mereka bisa jauh lebih besar ketimbang seorang Direktur di sebuah perusahaan menengah. Bidang-bidang yang mereka tekuni antara lain sebagai tenaga penjual produk-produk properti, jasa asuransi, atau produk-produk Multi Level Marketing (MLM).

Contoh lainnya, Lilik Mundarifah dari perusahaan asuransi jiwa nasional terkemuka tampaknya bisa menjadi bukti bahwa profesi sebagai tenaga sales memang menjanjikan keuntungan materi yang sangat besar. Betapa tidak, tahun 2002 lalu, ibu rumah tangga yang berdomisili di Surabaya ini meraih Top Agent Award 2002, sekaligus Top Premium, yang diprakarsai oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), karena berhasil memperoleh premi hingga Rp 3 miliar lebih.

Dalam wawancara dengan majalah Kapital, Lilik menceritakan bahwa awal keterlibatannya sebagai agen asuransi bermula dari perkenalannya dengan salah seorang sales dari perusahaan asuransi tempatnya bekerja sekarang. Kala itu, Lilik yang hanya ibu rumahtangga ini ditawari produk asuransi pendidikan buat anaknya. Namun, dalam perjalananya kemudian, agen tadi tidak hanya menawari asuransi, melainkan turut bergabung sebagai sales. “Mendengar ceritanya, kelihatannya kok enak sekali. Saya bisa bekerja tanpa modal,” ujar Lilik.

Disitulah ia mulai bergabung dan memasarkan asuransi dari rumah ke rumah. Pekerjaan ini ternyata dirasa cocok oleh Lilik, karena itu ia merasa enjoy melakukannya. Hasilnya, di luar dugaan. Lilik berhasil mencapai prestasi yang membanggakan. Penghargaan demi penghargaan dari perusahaan asuransi tempat Lilik bekerja, selalu ia dapatkan. “Disinilah saya tertantang untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan prestasi,” ujarnya. Dari sini pulalah akhirnya Lilik berhasil meraih penghargaan terbesar sebagai agen asuransi, yakni Top Agent Award 2002. (Sumber: majalah Kapital 2002).

Baiklah teman-teman, semoga tulisan diatas, dapat membantu kita untuk memilih suatu pekerjaan, karena memang saat sekarang ini untuk profesi marketing, sangat menjanjikan penghasilannya. Karena profesi seorang marketing itu terbantu dengan Komisi yang mereka dapatkan, kalau penjualannya bagus, pastinya uang komisi yang diterimapun cukup Signifikan jumlahnya. Doa saya semoga sukses menyertai kita semua, Amin 3x Ya Rabbal Alamin.
 
Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat,

Noflinda Eliza, SKM